Di workshop Certified Professional Hypnotherapy yang saya ikuti, saya juga berkesempatan menyaksikan secara langsung metode hpnoterapi Age Regression (regresi umur). Metode ini dibawakan langsung oleh Coach Ronald dengan subyek hipnoterapi bernama 'Sari' (nama saya samarkan).
Penjelasan tentang Terapi Age Regression
Terapi regresi umur bermanfaat untuk membersihkan emosi yang sudah menempel dengan sangat kuat dalam jiwa seseorang. Ibarat membersihkan bak kamar mandi, maka tidak cukup hanya membuang air yang kotor di dalamnya namun juga seluruh lumut dan kerak yang menempel di dinding baknya. Hal ini dilakukan agar bila terjadi trigger (pemicu) di masa depan, maka emosi tersebut tidak akan berdampak terlalu buruk pada orang tersebut.
Di awal terapi, coach menanyakan terlebih dahulu apa permasalahan dalam hatinya yang sedang ia hadapi saat itu. Sari menjawab bahwa ia memiliki rasa benci (marah) kepada ayah kandungnya yang telah berpisah dengan ibu kandungnya. Sari ingin tidak lagi memendam marah kepada ayahnya, karena bagaimanapun ia masih menyayanginya. Namun, berbagai kenangan tidak menyenangkan tentang ayahnya sejak ia kecil hingga dewasa membuat rasa marah itu sulit dibendung.
Coach lalu meminta Sari untuk duduk di kursi dan melakukan teknik induksi hipnoterapi progressive muscle relaxation (relaksasi otot progresif). Induksi ini adalah salah satu tipe induksi lambat, lawan dari induksi cepat seperti yang biasa kita lihat di aksi hipnotis panggung. Dengan metode ini, Sari dibimbing untuk bisa membuat otot-otot tubuhnya, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, menjadi rileks, lemas, dan santai.
Setelah itu, coach lalu melakukan beberapa metode deepening (pendalaman) untuk membawa Sari agar rileks lebih dalam lagi. Kenapa hal ini dilakukan? Jawabannya adalah agar tingkat kedalaman trance (trance depth level) bertambah dan hipnoterapi semakin mudah dilakukan.
Saat telah didapat tingkat kedalaman trance yang dibutuhkan, coach lalu membawa Sari ke tempat kedamaian. Tempat kedamaian, dalam hipnoterapi, adalah sebuah tempat yang dikreasikan pikiran yang berfungsi sebagai pengaman bila terjadi reaksi berlebihan saat proses pelepasan emosi. Setelah tempat kedamaian didapatkan, coach lalu membimbing Sari untuk melewati masa demi masa dalam hidupnya ketika ia merasakan emosi marah seperti yang dirasakannya saat itu.
Terapi regresi umur berlangsung beberapa kali, maju dan mundur, sepanjang umur Sari mulai dari 11 hingga 23 tahun. Setelah proses yang cukup panjang, didapatkan memori ketika ayah Sari melakukan beberapa hal yang menyakitkan baik bagi Sari maupun keluarganya. Memori-memori tersebut memberikan banyak informasi seperti lokasi kejadian, dengan siapa Sari saat itu berada, apa yang terjadi, dan berapa umur Sari saat kejadian. Karena menggunakan landasan emosi, proses ini disebut juga Affect Bridge (jembatan perasaan), yaitu upaya menyambungkan kejadian berdasarkan emosi yang sama.
Setelah beberapa kali SSE (Sub Sequential Emotion), akhirnya didapatkan ISE (Initial Sequential Emotion) yaitu momen pertama kali rasa marah itu terbentuk. Berdasarkan momen ISE inilah kemudian dilakukan proses selanjutnya yaitu ICT (Informed Child Technique), yaitu penurunan level emosi (desensitization) dengan memberitahukan Sari bahwa beberapa saat mendatang akan ada kejadian yang membuatnya trauma.
Seluruh proses ini dilakukan dengan keadaan rileks, sehingga yang merespon adalah pikiran bawah sadar Sari yang minim kritis. Dengan proses ICT tersebut, Sari belajar untuk menghadapi kejadian traumatis yang 'baru akan' dialaminya. Sehingga, ketika kejadian tersebut benar-benar terjadi maka kadar emosi kemarahannya berkurang. Ketika diukur secara kualitatif, skala rasa marah sebelum dan sesudah proses ICT berkurang sangat jauh. Ketika coach bertanya apakah skala rasa marah pada masing-masing kejadian ingin dikurangi apa tidak, Sari menjawab tidak. Pikiran bawah sadarnya ingin tetap mempertahankan rasa marah tersebut sebagai upaya untuk menjaga diri. Bedanya, karena kini kemarahannya tidak setinggi sebelumnya maka diharapkan Sari bisa lebih menjalani hari-harinya dengan lebih baik.
Ketika seluruh rangkaian terapi regresi umur, saya melihat Sari masih tampak sedikit emosional. Masih ada sedikit air mata keluar, suatu hal yang wajar karena ia baru saja membuka kembali kenangan-kenangan menyakitkan tentang ayahnya. Meski demikian, ketika coach menanyakan kembali apakah rasa marahnya masih sama seperti sebelum terapi dilakukan, Sari menjawab sudah jauh berkurang. Tapi, masih ada rasa sedih yang memang belum sempat ditangani dalam terapi kali ini. Mungkin emosi tersebut bisa jadi pekerjaan rumah untuk dilakukan di waktu lain.
Metode terapi regresi umur yang dipadukan dengan ICT bisa membantu memulihkan luka jiwa yang kuat karena telah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Dengan pulihnya jiwa, maka seseorang bisa menfokuskan diri pada kekuatan-kekuatannya saat ini untuk meraih cita-citanya di masa depan.