Sistem saraf simpatetik adalah sistem saraf yang menyerupai alarm di dalam otak yang menyala ketika seseorang harus mengambil keputusan secara otomatis untuk 'fight' (bertarung), 'flight' (lari), 'freeze' (membeku diam), atau 'fawn' (menurut).
Idealnya, sistem saraf simpatetik hanya menyala pada kondisi-kondisi tertentu saja, misalnya ketika seseorang menghadapi hal yang ia takuti atau mengancam dan membutuhkan aksi yang cepat. Contohnya, ketika seseorang yang takut anjing tiba-tiba saja bertemu seekor anjing di jalan yang sepi, secara otomatis ia akan memutuskan apakah akan lari, diam, atau berjalan pelan-pelan. Sistem saraf ini tidak boleh terus menyala setiap saat, karena di saat menyala ia akan memicu keluarnya hormon stres di dalam tubuh. Sedangkan, kita tahu bahwa terlalu banyak hormon stres dapat menyebabkan penyakit fisik dan psikologis.
Apabila kondisi stres berlangsung dalam periode yang cukup lama, seperti dalam perang atau bencana alam, tubuh akan memicu cukup banyak hormon stres yang di kemudian hari bisa berefek pada gangguan stres pasca trauma (PTSD). Pada kondisi tersebut, sekalipun seseorang sudah melalui masa stres, gejala-gejala seperti kecemasan, rasa takut berlebihan, amarah, bisa timbul setiap saat ketika ia menghadapi situasi yang menyerupai sumber stresnya di masa lalu.
Sekarang, bayangkan bila seseorang menghadapi kondisi stres setiap saat dalam waktu yang lama, misalnya ketika menikah dengan seseorang yang berkepribadian narsisistik (antagonistik) atau seorang anak yang memiliki orangtua dengan kepribadian narsisistik.
Pasangan atau orangtua narsisistik (selalu berkonflik dan antagonis), akan membuat siapapun yang hidup bersama mereka selalu berada dalam kondisi stres. Hal ini dipicu oleh ketidakstabilan emosi sehingga setiap saat mereka bisa berubah dari sikap ramah, baik, peduli, melindungi, ke marah, menuduh, curiga, tidak peduli, dan lain-lain. Alhasil, pasangan atau anak yang tinggal bersama mereka selalu merasa dalam kondisi yang tidak menentu atau istilahnya ‘walking on egg shells’ (berjalan di atas kulit telur yang rapuh). Mereka tidak tahu bagaimana emosi pasangan atau orangtua mereka saat itu; apakah baik atau buruk, hingga secara otomatis mereka berada terus berada dalam kondisi ‘fight’ ‘flight’, ‘freeze’, atau ‘fawn’ untuk mengantisipasi. Akibatnya bisa ditebak, dalam jangka panjang berbagai kondisi yang mengancam kesehatan karena stres berkepanjangan sangat mungkin terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar