Saya pikir, wajar juga Aini berpendapat seperti itu; setiap hari jam belajarnya di sekolah sudah hampir 12 jam dari pagi hingga sore. Belum lagi, ketika sampai rumah pun masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Yang paling enak memang menghabiskan sisa waktu sebelum tidur dengan bersantai menonton film atau browsing di internet, seperti layaknya remaja lain.
Tapi saya tidak menyerah. Saya ajarkan Aini manfaat dari menulis diary mulai dari hal-hal yang sederhana. Saya bilang padanya ,'Enak loh, nulis diary, Neng bisa bikin catatan hal-hal yang Neng suka seperti film favorit, lagu favorit, dan lain-lain. Neng juga bisa nulis tentang buku cerita yang Neng suka, kenapa neng suka dan apa yang nggak disukai dari buku itu. Atau bisa bikin daftar tentang apa yang ingin Neng lakukan waktu liburan, nanti kalau sudah lulus sekolah.' Mendengar penjelasan panjang kali lebar tersebut, Aini pun akhirnya tertarik. Sepertinya, ia sudah mulai memiliki gambaran apa yang akan ia lakukan dengan buku diary.
Saya lalu memperlihatkan buku-buku diary yang dijual di toko online. Saya tunjukkan beda buku diary dengan buku notes kecil warna-warni yang sering saya belikan. Bila buku notes itu biasanya dipakai untuk main atau menulis catatan penting di sekolah, diary untuk
Beberapa tahun setelahnya kini, kegiatan menulis buku harian sudah menjadi rutinitas yang selalu Aini sempatkan kapan pun. Buku-buku diary anak yang awalnya menemani pun kini sudah berganti menjadi buku jurnal yang gayanya sedikit formal. Aini bilang, menulis jurnal sebelum tidur di malam hari membantu ia untuk istirahat lebih nyaman karena mengurangi beban mental dari seharian bersekolah.
Saya bersyukur Aini kini sudah bisa mengambil manfaat dari menulis jurnal secara rutin. Ia memanfaatkan buku-buku jurnalnya untuk menulis apapun yang ia inginkan, mulai dari hal-hal yang penting di sekolah sampai curhat yang sifatnya personal. Bahkan buku-buku jurnalnya kini sudah mencapai beberapa buah, sebagian besar dibeli di toko online langganannya. Saya tidak pernah melarang setiap kali ia ingin membeli buku baru setelah yang lama sudah habis, karena saya tahu pasti ia menulis hampir setiap saat.
Pertama Kali Saya Mengenal Buku Agenda
Dulu ketika remaja, saya pun 'tidak sengaja' dikenalkan pada kegiatan jurnaling oleh Papa. Ceritanya, Papa dulu sering sekali membawa buku agenda yang tidak terpakai dari kantornya. Buku-buku tersebut sisa tahun sebelumnya yang tidak habis dibagi pada karyawannya, sehingga kalender dan tanggal di dalamnya sudah lewat. Papa membawa buku-buku agenda tersebut dan memberikannya kepada kami, anak-anaknya, untuk digunakan sebagai apapun yang kami mau.
Karena saat itu belum ada komputer dan gadget, apalagi internet, buku tulis adalah media hiburan sangat mengasyikkan bagi saya. Saya bebas menggambar, mengarang cerita, menulis lirik lagu yang saya dengarkan dari radio di buku tulis, termasuk agenda bekas pemberian Papa.
0 komentar:
Posting Komentar